"DI
mimbar ini kemarin sore salah seorang teman kalian berkata bahwa, seperti
disebutkan Al-Quran, dunia ini penuh tipu daya. Benarkah demikian? Apakah dunia
ini penuh tipu daya?" kata Abu Qu-baisy ketika membuka majelis taklimnya
pagi itu. Seperti yang acapkali beliau lakukan, pagi itu sang guru besar
tersebut tidak memberikan kata pengantar untuk membuka majelis taklimnya.
Sebaliknya, beliau langsung mengajukan pertanyaan tentang benar atau tidakkah
tipu daya dunia itu ada?
"Karena
hal itu disebutkan di dalam Al-Quran, setidak-tidaknya di dalam ayat 196 dan
197 Surat Ali Imran yang berbunyi, 'Janganlah sekali-kali kalian teperdaya oleh
ke-bebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan
sementara, kemudian tempat tinggal mereka adalah Jahanam. Dan Jahanam itu
adalah seburuk-buruk tempat.' Jawab seorang murid dengan yakin seraya mengutip
dua buah ayat Quran dengan fasih.
Mendengar
jawaban yang penuh keyakinan itu Abu Qubaisy tersenyum. Sedang-kan murid yang menjawab jadi bingung melihat senyum guru besar
mereka itu.
"Tidakkah mungkin yang disebut tipu
daya dunia itu hanya kiasan semata? Yang ada sebenarnya hawa nafsu manusia yang
tak terkendali, yang bahkan mengalahkan manusia. Nafsu itulah yang menjerumuskan,
bukan dunia yang menipu manusia. Karena manusia adalah makhluk yang terbaik
yang diciptakan Allah Swt, jadi mana mungkin dia bisa tertipu oleh dunia?
Bukankah justru manusia adalah khalifah, atau wakil Tuhan, di dunia?" ujar
murid lain dengan teori yang tidak bisa dipandang remeh.
Teman-temannya yang mendengar pendapat
tersebut hanya berdiam diri. Mereka bisa merasakan bahwa teori itu masuk akal,
tetapi mereka tahu bahwa masuk akal dan benar tidaklah identik dalam agama.
Karena itu mereka menunggu pendapat sang mahaguru yang luas ilmu dan
pengetahuannya itu.
"Sebuah teori yang bagus dan masuk
akal," kata Abu Qubaisy mengejutkan murid-murid yang sependapat.
"Karena kita semua tahu, kesenangan duniawi itu tidak lain dari harta dan
tahta dengan segala bentuk dan "derivasi"-nya.
Semua itu adalah hal-hal yang konkret
dan amat merangsang nafsu, sehingga mudah membuat manusia jadi lalai. Padahal
saat ajal tiba, semua itu tak bisa dibawa dan menolong dalam perjalanan ke
akhirat," sambung Abu Qubaisy sambil sekaligus menutup taklimnya karena
waktu telah habis.
0 komentar:
Posting Komentar